rasional.web.id – Istilah Quiet Quitting atau “Berhenti dengan Tenang” sedang ramai dibicarakan. Istilah ini menggambarkan fenomena di mana karyawan tetap bekerja, namun hanya melakukan tugas sesuai deskripsi pekerjaan, tanpa ambisi untuk melampaui ekspektasi atau mengambil inisiatif tambahan. Pertanyaannya, apakah ini sekadar menjaga keseimbangan hidup atau justru berpotensi menghambat karir? Mari kita bahas lebih dalam.
Apa Itu Quiet Quitting?
Quiet Quitting bukanlah benar-benar berhenti dari pekerjaan. Ini lebih tentang perubahan mental dan pendekatan terhadap pekerjaan. Sederhananya, karyawan yang melakukan Quiet Quitting memutuskan untuk:
- Fokus pada batasan yang jelas: Mereka bekerja sesuai jam kerja yang ditetapkan dan menolak untuk lembur secara rutin atau mengerjakan tugas di luar jam kerja.
- Memenuhi ekspektasi minimum: Mereka menyelesaikan tugas yang diberikan dengan baik, tetapi tidak berusaha untuk melampaui ekspektasi atau mencari proyek tambahan.
- Memprioritaskan kehidupan di luar pekerjaan: Mereka sadar bahwa pekerjaan hanyalah sebagian dari hidup mereka dan berusaha untuk menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.
Mengapa Quiet Quitting Muncul?
Ada beberapa faktor yang memicu munculnya fenomena ini:
- Kelelahan dan Burnout: Tuntutan pekerjaan yang tinggi, tekanan untuk selalu online, dan kurangnya apresiasi dapat menyebabkan kelelahan dan burnout. Quiet Quitting menjadi cara untuk melindungi diri dari kondisi ini.
- Kurangnya Keterlibatan: Karyawan yang merasa tidak dihargai, tidak didengar, atau tidak melihat adanya peluang pengembangan karir cenderung kurang termotivasi untuk bekerja lebih dari yang seharusnya.
- Pergeseran Prioritas: Generasi muda, terutama generasi Z dan milenial, semakin memprioritaskan work-life balance. Mereka ingin memiliki waktu untuk keluarga, hobi, dan pengembangan diri di luar pekerjaan.
- Krisis Makna dalam Pekerjaan: Banyak orang mencari makna dan tujuan dalam pekerjaan mereka. Jika pekerjaan hanya dirasa sebagai rutinitas tanpa arti, motivasi untuk berkinerja lebih akan menurun.
Dampak Quiet Quitting Terhadap Karir
Quiet Quitting memiliki dampak yang kompleks terhadap karir, yang bisa positif maupun negatif, tergantung situasinya:
Dampak Positif:
- Mencegah Burnout: Dengan menetapkan batasan yang jelas, karyawan dapat mengurangi stres dan mencegah burnout, yang pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas kerja jangka panjang.
- Meningkatkan Fokus dan Produktivitas: Ketika seseorang tidak lagi berusaha melakukan segalanya, mereka bisa lebih fokus pada tugas-tugas utama dan menyelesaikannya dengan lebih baik.
- Meningkatkan Work-Life Balance: Quiet Quitting memungkinkan seseorang untuk memiliki lebih banyak waktu dan energi untuk kehidupan di luar pekerjaan, yang penting untuk kesehatan mental dan kebahagiaan secara keseluruhan.
Dampak Negatif:
- Potensi Terhambatnya Promosi: Karyawan yang hanya memenuhi ekspektasi minimum mungkin akan kurang dilirik untuk promosi atau peluang pengembangan karir.
- Kurangnya Pengembangan Diri: Dengan tidak mengambil inisiatif atau tantangan baru, karyawan kehilangan kesempatan untuk belajar dan mengembangkan keterampilan baru.
- Citra yang Kurang Baik: Jika dilakukan secara berlebihan dan terlihat sebagai sikap malas atau tidak peduli, Quiet Quitting dapat merusak citra profesional seseorang.
- Kehilangan Kesempatan Berjejaring: Dengan menghindari pekerjaan di luar jam kerja atau proyek tambahan, kesempatan untuk membangun relasi profesional atau networking bisa berkurang.
Quiet Quitting: Antara Sikap Kerja dan Penghambat Karir
Jadi, apakah Quiet Quitting merupakan sikap kerja yang sehat atau justru penghambat karir? Jawabannya tidak mutlak. Quiet Quitting bisa menjadi solusi sementara yang baik untuk mengatasi burnout dan memprioritaskan work-life balance, asalkan dilakukan dengan bijak dan proporsional.
Namun, penting untuk diingat bahwa karir yang sukses membutuhkan lebih dari sekadar memenuhi ekspektasi minimum. Pengembangan diri, inisiatif, dan kontribusi yang lebih besar tetap penting untuk mencapai tujuan karir jangka panjang.
Berikut beberapa hal yang perlu dipertimbangkan:
- Komunikasikan dengan Atasan: Jika Anda merasa kewalahan atau kurang termotivasi, komunikasikan hal ini dengan atasan Anda. Diskusikan beban kerja, ekspektasi, dan peluang pengembangan yang ada.
- Cari Makna dalam Pekerjaan: Cobalah untuk menemukan aspek yang bermakna dalam pekerjaan Anda. Jika memungkinkan, cari peluang untuk terlibat dalam proyek yang lebih menarik atau menantang.
- Prioritaskan Pengembangan Diri: Meskipun Anda melakukan Quiet Quitting, jangan lupakan pentingnya pengembangan diri. Teruslah belajar dan meningkatkan keterampilan Anda melalui pelatihan, seminar, atau online course.
- Evaluasi Tujuan Karir: Luangkan waktu untuk merenungkan tujuan karir Anda. Apakah Anda masih berada di jalur yang tepat? Apakah Anda perlu menyesuaikan strategi karir Anda?
Quiet Quitting adalah fenomena kompleks yang mencerminkan perubahan pandangan terhadap pekerjaan dan work-life balance. Ini bisa menjadi solusi sementara untuk mengatasi masalah tertentu, tetapi bukan strategi karir jangka panjang yang ideal. Kunci utama adalah keseimbangan, komunikasi yang baik, dan kesadaran akan tujuan karir Anda.